Kuta Raja atau Banda Aceh merupakan Ibu Kota Provinsi Aceh terletak di ujung pulau sumatera yang memiliki objek wisata beranekaragam. Salah satu objek wisata yang berkembang dan banyak diminati khalayak ramai baik di tingkat nasional maupun internasional khususnya adalah wisata tsunami. Mendengar kata-kata Tsunami, Penulis teringat tragedi 10 Tahun silam, dimana kejadian gempa dan tsunami yang melanda Kota Banda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 banyak menelan korban jiwa sekitar 240.000 orang dan memporak-porandakan seluruh sarana dan prasarana di kota serambi mekah ini, hingga pada saat itu seluruh aktivitas manusia terhenti dengan sekejap mata.
Kejadian gempa dan tsunami itu membuat seluruh umat manusia berduka cita dan tergugah hatinya untuk mengulurkan tangan demi mencapai cita – cita yang gemilang di masa mendatang, dan dibalik itu semua terbisik dihati kita bahwa betapa lemahnya manusia terhadap Sang Maha Pencipta. Gempa dan tsunami yang melanda aceh bukan saja kejadian kebetulan tetapi mengandung banyak hikmah, kesan dan pesan serta perubahan di berbagai aspek yang tidak kita duga yaitu baik perubahan spiritual, sosial, politik, Ekonomi dan perdamaian menjadi lebih baik. Seperti dalam aspek ekonomi telah munculnya berbagai wisata tsunami yaitu Museum tsunami, kapal apung PLTD, kapal di atas rumah dan kuburan massal. Dengan demikian keempat monumen tersebut menjadi saksi atas kejadian yang maha dahsyat di Bumi tercinta ini, sehingga monument tersebut di jadikan sebagai tempat potensi wisata tsunami yang tersohor di Kuta Raja.
Museum Tsunami
Museum Tsunami merupakan museun tsunami pertama khususnya di Aceh dan Indonesia pada umumnya yang memiliki desain dan arsitektur modern. Museum tsunami dibangun oleh BRR NAD dan NIAS pada tahun 2007 hingga 2009 yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang kerap di panggil SBY, bertempat di jalan Sultan Iskandar muda ((di samping pemakaman belanda (Kirchoff)) dengan luas tanah 10.000 meter. Museum ini didesain oleh seorang Dosen arsitektur ITB, M Ridwan Kamil dengan judul rumah Aceh As Escape Hill, setelah diumumkan sebagai pemenang desain museum tsunami tersebut. Konsep arsitektur museum tsunami ini menggabungkan rumah aceh ( rumah aceh tradisional bertipe panggung) dikolaborasikan dengan konsep escape building hill (bukit untuk menyelamatkan diri), sea waves (analogi amuk gelombang tsunami), tari tradisional saman, cahaya Allah serta taman terbuka berkonsep masyarakat urban.
Sejak disahkannya operasional museum tsunami pada tahun 2009, masyarakat umum sangat antusias dan berbondong-bondong ingan mengunjungi rumah aceh As Escape Hill itu, hari demi hari pengunjung semakin sesak hingga tidak ada lagi ruangan utuk bisa bernafas, akhirnya Permasalahanpun muncul yaitu kurangnya alat peraga, dan tidak berfungsinya alat peraga di karenakan rusak sehingga harus di perbaiki seperti alat peraga 4 dimensi. Setelah hampir dua Tahun operasional museum tsunami aceh fakum (berhenti), pada tahun 2011 museum tersebut selesai diperbaiki dan di sahkan operasionalnya oleh Gubernur Aceh Bapak Irwandi Yusuf, Perbaikan museum tsunami tersebut bukan saja penambahan alat-alat peraga tetapi di sulap menjadi bangunan yang lebih lengkap dengan desain 3 dimensi pada bagian interiornya.
Ayo kawan-kawan..tunggu apa lagi …segeralah berkunjung di rumah Aceh As Escape Hill di jamin kunjungan kamu menyenangkan….atau ikut bersama saya beserta teman-teman aja yukk ..buruann…!!! Museum ini terdiri dari 4 lantai dan satu lantai dasar (lantai bawah tanah). Museum ini dibuka setiap hari selasa sampai minggu, untuk jam operasionalnya dapat rekan-rekan lihat sendiri (he he he maaf). Sebelum saya masuk ke dalam museum itu, apabila rekan-rekan membawa tas atau sejenis makanan dan minuman dititip terlebih dahulu dibagian ruang penitipan, kebetulan saya dan teman-teman tidak seorangpun membawa tas, he he he, alias bawa diri sendiri. Sebelum masuk ke pintu utama, terlebih dahulu saya disambut oleh bangkai helikopter polisi yang sepertinya juga merupakan salah satu korban tragedi tsunami 2004 lalu. Setelah itu saya masuk kesebuah terowongan yang gelap (tsunami passage), disini saya merasakan kedinginan, senyap, mendengarkan suara Azan dan gemercikan air yang terkadang membasahi wajah imut saya yang mengalir disetiap dinding itu.
Kemudian setelah tsunami passage saya akan masuk ke Memorial Hall dimana ruangan ini berdinding kaca yang dilengkapi berbagai foto-foto tragedi tsunami dalam format digital dalam LCD tersebut dan selanjutnya saya akan menuju ke ruangan Blessing Chamber yang cahayanya remang-remang dan memiliki cerobong yang sangat tinggi serta diatasnya terdapat Lafaz Allah dimana pada dindingnya tertulis para korban yang meninggal dalam tragedi tsunami ….wuiii..merinding ooiii…,dengan merindingnya bulu roma saya, saya dan teman-teman langsung bergegas menuju Atrium of Hope,dimana saya akan meniti sebuah jembatan di atas kolam sambil berfoto dan menikmati pemandangan disekitarnya.
Setelah Atrium of Hope, saya menuju lantai 2 dimana pada lantai ini ada seorang petugas menyuguhkan kami dan bersama pengunjung lainnya termasuk bule masuk keruangan audio visual untuk menyaksikan documentasi video kejadian gempa dan tsunami 2004 silam. Setelah keluar dari rung audio visual saya menuju ruangan yang terdapat banyak foto-foto dan alat peraga tragedi gempa dan tsunami seperti sepeda, honda suzuki, jam besar dan alat peraga lainnya. Kemudian saya menuju ke lantai 3 dimana disana terdapat banyak alat peraga dan ilustrasi, seperti alat pengukur gempa, ilustasi kejadian gempa, globe besar yang berputar, monitor evakuasi kejadian gempa dan tsunami, ruangan 4 dimensi (dalam masa perbaikan) serta alat peraga dan ilustrasi lainnya. Setelah selesai berputar-putar mengelilingi lantai 3 termasuk mengunjungi ruangan perpustakaan dan ruangan souvenir, kami berencana menuju lantai 4…oopss wait (stop)…rupanya lantai empat belum siap diperbaiki. Dengan berkecil hati kami menuju lantai dasar sambil menikmati sebotol minuman dan pemandangan..
0 comments:
Post a Comment